Komisi I DPRD Bandar Lampung Akan Panggil Manajemen KIM soal Produk Impor Tanpa Label Halal

By Ony 05 Jul 2025, 11:06:50 WIB Bandar Lampung


Keterangan Gambar : Anggota Komisi I DPRD Kota Bandar Lampung Romi Husin


Laporan Wartawan : Ari Budiman Sanjaya


BANDAR LAMPUNG, – Komisi I DPRD Kota Bandar Lampung menyatakan akan memanggil manajemen Karang Indah Mall (KIM) menyusul temuan produk makanan dan minuman impor tanpa label halal dan izin edar yang dijual bebas di pusat perbelanjaan tersebut.

Baca Lainnya :

Langkah tegas itu diumumkan anggota Komisi I, Romi Husin, setelah rapat paripurna DPRD, sebagai bentuk respon terhadap polemik yang menyeruak ke publik sejak pertengahan Juni lalu.

“Kita akan sidak dan tarik produk yang bermasalah. Penjual juga wajib tahu halal tidaknya barang yang mereka jual,” ujar Romi.

Selain pemanggilan manajemen KIM, Komisi I juga mendorong dibentuknya Peraturan Daerah (Perda) Produk Halal di tingkat kota, sebagai penguatan dari UU nasional.

“Kondisi setiap daerah berbeda. Tanpa Perda, pengawasan di lapangan sulit dijalankan secara maksimal,” tambah Romi.

Pemanggilan juga akan melibatkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Kanwil Kemenag Lampung untuk memastikan kepatuhan terhadap Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH).

Dugaan Pelanggaran di KIM

Masalah mencuat setelah Komisi IV DPRD menemukan adanya laporan dan pengaduan masyarakat atas produk impor yang diduga tidak memiliki sertifikasi halal maupun izin edar dari BPOM, serta tidak mencantumkan label berbahasa Indonesia.

Produk-produk tersebut diduga masuk melalui jalur tidak resmi seperti jasa titip (jastip), namun tetap dijual di etalase ritel modern.

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) pada 16 Juni 2025, perwakilan manajemen KIM berdalih bahwa urusan label halal merupakan tanggung jawab distributor. Namun usai rapat, mereka memilih menghindari pertanyaan wartawan.

“Jangan membuat gaduh warga dengan makanan ilegal. Pengelola mall harus bertanggung jawab,” tegas Asroni Paslah, Ketua Komisi IV.

Temuan ini juga disorot YLKI Bandar Lampung, yang menilai adanya indikasi pelanggaran berat terhadap perlindungan konsumen.

“Mereka tidak tahu siapa importirnya. Alurnya pun tak jelas. Ini harus ditelusuri karena bisa jadi jalurnya ilegal,” ujar Subadrayani, perwakilan YLKI dalam RDP tersebut.

Subadrayani menekankan bahwa produk tanpa komposisi, label, atau tanggal kedaluwarsa yang jelas sangat membahayakan konsumen. Ia bahkan mengutip Pasal 60–62 UU Perlindungan Konsumen, yang memungkinkan sanksi pidana dan denda.

“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, ini soal nyawa dan keselamatan konsumen,” tegasnya.

Namun setelah pernyataan keras tersebut, Subadrayani menolak memberikan komentar lanjutan dan menyerahkan sepenuhnya kepada Komisi IV.

Label Halal Wajib, Tapi Pengawasan Tumpul

Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, semua produk makanan dan minuman yang beredar di Indonesia wajib memiliki sertifikasi halal.

Tenggat waktu bagi pelaku usaha menengah dan besar: 17 Oktober 2024

Tenggat untuk pelaku UMKM: Oktober 2026

Namun, lemahnya pengawasan di lapangan membuat produk tak bersertifikat tetap dijual bebas. Bahkan, produk yang tidak mencantumkan informasi dasar seperti kandungan atau tanggal kedaluwarsa pun masih bisa ditemukan di etalase.

“Kalau tidak ada label halal, apalagi tidak berbahasa Indonesia, seharusnya tidak boleh dijual,” ujar Liga Jefriansyah, Sekretaris Satgas Halal Kemenag Lampung.

Liga juga menekankan bahwa tanggung jawab tidak hanya pada produsen, tetapi juga pedagang yang menjual produk tersebut. Sanksi administratif bisa berupa denda hingga Rp5 miliar, penarikan produk, bahkan pidana jika unsur pelanggaran serius terbukti. (*)




Temukan juga kami di

Ikuti kami di facebook, twitter, Instagram, Youtube dan dapatkan informasi terbaru dari kami disana.