- Pelatihan Askep PTPN I: Meningkatkan Keterampilan SDM dalam Menghadapi Tantangan
- PTPN Luncurkan Aplikasi Eco Cycle, Dorong Circular Economy Lewat Inovasi Digital
- DPR RI dan Menteri ATR/BPN Akan Ukur Ulang Lahan PT SGC, Tiga LSM Asal Lampung Beri Apresiasi
- Dewan Komisaris PTPN IV Tinjau Kebun Padangratu dan Bekri Regional VII
- Petugas Parkir Tak Terdata, DPRD Bandar Lampung: Ini Celah Kebocoran PAD
- Korupsi Proyek dan Gas Subsidi Bermasalah, Warga Tuntut Kepala Balai Dicopot
- Gubernur dan Wakil Gubernur Diwarisi Utang Rp1,8 Triliun, DBH Jadi Beban Berat RMD & Jihan
- Tuhu Bangun: Lurus dan Fokus Bangkitkan PTPN I!
- GTI dan AML Desak Dinas Pendidikan Lampung Buka Data Terkait Proyek Pengadaan yang Diduga Bermasalah
- KISAH Fudhail bin Iyadh, Dari Penyamun Ditakuti Menjadi Ahli Ibadah di Tanah Haram
Komisi I DPRD Bandar Lampung Akan Panggil Manajemen KIM soal Produk Impor Tanpa Label Halal

Keterangan Gambar : Anggota Komisi I DPRD Kota Bandar Lampung Romi Husin
Laporan Wartawan : Ari Budiman Sanjaya
BANDAR LAMPUNG, – Komisi I DPRD Kota Bandar Lampung menyatakan akan memanggil manajemen Karang Indah Mall (KIM) menyusul temuan produk makanan dan minuman impor tanpa label halal dan izin edar yang dijual bebas di pusat perbelanjaan tersebut.
Baca Lainnya :
- KNPI Lampung akan Gelar Harlah ke 520
- Pemkot Bandar Lampung Bongkar Bangunan Liar di Atas Way Kecapi Demi Cegah Banjir0
- Eva Dwiana Tegaskan Sanksi Tegas untuk ASN Mangkir Usai Libur Lebaran di Bandar Lampung0
- Pemkot Bandar Lampung Tinjau Pool Damri, Pastikan Arus Balik Lebaran 2025 Tetap Lancar dan Aman0
- Pemkot Bandar Lampung Keruk Drainase Panjang Saat Lebaran, Antisipasi Banjir Sedimen0
Langkah tegas itu diumumkan anggota Komisi I, Romi Husin, setelah rapat paripurna DPRD, sebagai bentuk respon terhadap polemik yang menyeruak ke publik sejak pertengahan Juni lalu.
“Kita akan sidak dan tarik produk yang bermasalah. Penjual juga wajib tahu halal tidaknya barang yang mereka jual,” ujar Romi.
Selain pemanggilan manajemen KIM, Komisi I juga mendorong dibentuknya Peraturan Daerah (Perda) Produk Halal di tingkat kota, sebagai penguatan dari UU nasional.
“Kondisi setiap daerah berbeda. Tanpa Perda, pengawasan di lapangan sulit dijalankan secara maksimal,” tambah Romi.
Pemanggilan juga akan melibatkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Kanwil Kemenag Lampung untuk memastikan kepatuhan terhadap Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH).
Dugaan Pelanggaran di KIM
Masalah mencuat setelah Komisi IV DPRD menemukan adanya laporan dan pengaduan masyarakat atas produk impor yang diduga tidak memiliki sertifikasi halal maupun izin edar dari BPOM, serta tidak mencantumkan label berbahasa Indonesia.
Produk-produk tersebut diduga masuk melalui jalur tidak resmi seperti jasa titip (jastip), namun tetap dijual di etalase ritel modern.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) pada 16 Juni 2025, perwakilan manajemen KIM berdalih bahwa urusan label halal merupakan tanggung jawab distributor. Namun usai rapat, mereka memilih menghindari pertanyaan wartawan.
“Jangan membuat gaduh warga dengan makanan ilegal. Pengelola mall harus bertanggung jawab,” tegas Asroni Paslah, Ketua Komisi IV.
Temuan ini juga disorot YLKI Bandar Lampung, yang menilai adanya indikasi pelanggaran berat terhadap perlindungan konsumen.
“Mereka tidak tahu siapa importirnya. Alurnya pun tak jelas. Ini harus ditelusuri karena bisa jadi jalurnya ilegal,” ujar Subadrayani, perwakilan YLKI dalam RDP tersebut.
Subadrayani menekankan bahwa produk tanpa komposisi, label, atau tanggal kedaluwarsa yang jelas sangat membahayakan konsumen. Ia bahkan mengutip Pasal 60–62 UU Perlindungan Konsumen, yang memungkinkan sanksi pidana dan denda.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, ini soal nyawa dan keselamatan konsumen,” tegasnya.
Namun setelah pernyataan keras tersebut, Subadrayani menolak memberikan komentar lanjutan dan menyerahkan sepenuhnya kepada Komisi IV.
Label Halal Wajib, Tapi Pengawasan Tumpul
Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, semua produk makanan dan minuman yang beredar di Indonesia wajib memiliki sertifikasi halal.
Tenggat waktu bagi pelaku usaha menengah dan besar: 17 Oktober 2024
Tenggat untuk pelaku UMKM: Oktober 2026
Namun, lemahnya pengawasan di lapangan membuat produk tak bersertifikat tetap dijual bebas. Bahkan, produk yang tidak mencantumkan informasi dasar seperti kandungan atau tanggal kedaluwarsa pun masih bisa ditemukan di etalase.
“Kalau tidak ada label halal, apalagi tidak berbahasa Indonesia, seharusnya tidak boleh dijual,” ujar Liga Jefriansyah, Sekretaris Satgas Halal Kemenag Lampung.
Liga juga menekankan bahwa tanggung jawab tidak hanya pada produsen, tetapi juga pedagang yang menjual produk tersebut. Sanksi administratif bisa berupa denda hingga Rp5 miliar, penarikan produk, bahkan pidana jika unsur pelanggaran serius terbukti. (*)